Friday, June 8, 2007

Atasi Kanker Tanpa Kemoterapi

Jum'at, 08/06/2007

Pasien kanker sudah akrab dengan pengobatan kemoterapi.Namun,banyak yang masih khawatir terhadap efek sampingnya.

HINGGA kini kemoterapi masih menjadi terapi utama dalam pengobatan kanker.Kendati demikian, seiring perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran, para ahli terus melakukan penelitian untuk mencari jenis pengobatan terbaik bagi pasien kanker.

Dalam konferensi tahunan ke-43 American Society of Clinical Oncology (ASCO) yang berlangsung pekan ini di Chicago, AS, para ahli membahas kemungkinan untuk ”membebaskan” pasien kanker dari pengobatan kemoterapi dan mengganti dengan terapi yang lebih individual, spesifik, dan bertarget.

Hal ini dilakukan dalam rangka membantu pasien kanker terlepas dari efek samping pascakemoterapi. Kemoterapi merupakan terapi sistemik menggunakan suntikan (infus) atau obatobatan. Cara kerjanya hampir sama seperti antibiotik. Bedanya, kalau antibiotik bisa memilih sel kanker mana yang harus dibunuh, sedangkan kemoterapi tidak bisa memilih sel kanker mana saja sebagai target.

Dengan demikian,ada kemungkinan sel normal yang ikut mati. Adanya sel normal yang ikut mati inilah yang biasanya menimbulkan gejala pascakemoterapi, seperti rambut rontok, gangguan saluran cerna, dan gangguan hematologi. Kendati hanya sementara, tak urung menimbulkan keluhan yang mengganggu bagi si pasien.Pasien kanker wanita dengan reseptor estrogen level tinggi juga termasuk tipe pasien yang mungkin tidak mendapat keuntungan dari kemoterapi untuk kanker payudara.

Sebab, sel kanker mengandung protein khusus yang terikat pada hormon estrogen. ”Kemoterapi rata-rata memang efektif untuk pasien kanker. Namun, tidak bisakah digantikan?” ujar Dr Aron Goldhirsch dari Oncology Institute of Southern Switzerland, saat berbicara dalam pertemuan yang dihadiri oleh 25 ribu dokter spesialis. Berbeda dengan pertemuan sebelumnya, yang berkutat pada kemoterapi,pada pertemuan kali ini para ahli menyoroti terapi baru kanker dengan obatobatan bertarget (targeted cancer therapy drugs) dan efektivitasnya terhadap beberapa jenis penyakit.

Secara umum, obatobatan ini difungsikan menyerang atau mengikat molekul tertentu yang menjadi pemicu pertumbuhan tumor (kanker) dan mengontrol aliran darah. ”Terapi molekul bertarget yang dikembangkan beberapa tahun lalu, mengalami perkembangan dramatis dalam hal jangkauan,”tutur Robert Ozols dari Philadelphia’s Fox Chase Cancer Center. Beberapa jenis obat-obatan yang tergolong oral targeted therapy, seperti erlotinib,telah beredar di sejumlah negara dalam beberapa tahun ini.

Produk ini tergolong biological targeted therapy, yaitu golongan obat antikanker yang bersifat memusnahkan hanya pada sel kanker, tanpa merusak sel-sel sehat lain. Ada pula jenis obat yang menghambat perkembangan tumor ke pembuluh darah. Beberapa tipe obat kanker yang revolusioner, seperti avastin, juga terbukti efektif memperpanjang harapan hidup melalui tes yang dilakukan terhadap pasien kanker paru dan kanker usus besar.

Studi yang dipublikasikan pekan ini menunjukkan bahwa obat-obatan tersebut juga memperpanjang masa hidup dua kali lipat pada pasien dengan tumor ginjal kronis. Dua obat lain untuk melawan kanker ginjal kronis, yaitu nexavar dari Bayer dan sutent dari Pfizer.Keduanya menetralisasi reseptor genetik yang menyebabkan pertumbuhan tumor. Kedua obat ini sudah digunakan pada kanker usus besar dan kanker lambung.

Sanofi Aventis dari Prancis juga mempresentasikan hasil tes berupa obat aflibercept, yang menghentikan perkembangan kasus kanker ovarium yang tidak merespons terhadap kemoterapi. Selain itu, ada targeted therapy Rituximab dari Roche untuk kelenjar getah bening atau limfoma yang mampu memperpanjang harapan hidup hingga tujuh tahun dan menyembuhkan pasien limfoma secara lebih signifikan dibandingkan kemoterapi saja.

”Kita semua menjadi saksi atas lahirnya revolusi dalam pemahaman kanker pada manusia,” ujar Profesor Asosiasi Onkologi dari Universitas Washington Seattle Julie Gralow. Dia menambahkan, adanya spesifikasi obat kanker,mencerminkan potensi besar untuk pencegahan dan deteksi dini kanker,serta peningkatan efektivitas dan toleransi dari terapinya.

Prospek Terapi Bertarget

KOMBINASI ilmu genetik dan bioteknologi mulai mengembangkan pengobatan bersifat individual sesuai genetik dan jenis kanker. Kanker payudara berada di barisan paling depan dalam hal ini.

Namun, para ahli mengatakan bahwa jenis kanker lain akan segera menyusul, termasuk kanker paru sebagai jenis kanker ”pembunuh” nomor satu di dunia. ”Berbagai penelitian masih diperlukan untuk menentukan pengobatan terbaik dan menegaskan jenis pengobatan khusus untuk masing-masing pasien,” kata direktur program penelitian klinis kanker payudara dari Loyola University Medical Center di Illinois, Dr Kathy Albain.

Sementara itu,Ketua Departemen Pulmonologi Universitas Indonesia Prof Anwar Jusuf SpP mengatakan bahwa targeted therapy bisa menjadi alternatif modalitas pengobatan bagi pasien kanker.Namun,tidak berarti terapi ini bebas dari efek samping.

”Obat ini bekerja pada target khusus, dalam hal ini adalah selsel yang sudah jadi kanker atau yang sedang berproses menjadi kanker. Adapun sel-sel normal sebagian besar tidak diganggu. Akibatnya efek samping yang timbul sedikit atau tidak begitu kelihatan,tapi tidak berarti efeknya nol sama sekali,”ujarnya.

Lantas, mungkinkah seseorang yang terdiagnosis kanker hanya melakukan pengobatan dengan oral thargeted therapy tanpa kemoterapi? Menurut Anwar, saat ini para dokter di Indonesia dan sejumlah negara di dunia masih bersepakat bahwa oral targeted therapy diberikan pada mereka yang gagal menjalani kemoterapi. Begitu pula pada pasien dengan keadaan umum yang buruk sehingga tidak memungkinkan diberi kemoterapi.

”Atau bisa juga diberikan atas pertimbangan lain, seperti pada pasien yang menolak dan sangat ketakutan menjalani kemoterapi,”ungkap Anwar. Mengenai efektivitas terapi, profesor yang masih aktif menangani pasien di RS Persahabatan itu menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada penelitian yang membandingkan jenis terapi kanker mana yang lebih efektif.

Sebab efektivitas dan responsnya bisa berbedabeda antara pasien yang satu dengan yang lain. Ketika ditanya mengenai prospek oral thargeted therapy di masa depan, guru besar tetap FKUI ini mengatakan bahwa mungkin saja jenis pengobatan ini menggantikan jenis terapi kanker yang sudah ada.Asalkan sudah ada ketentuan-ketentuan yang lebih pasti berdasarkan penelitian dan data yang akurat.

No comments: